Berantas Korupsi
dengan pendidikan
Saat
Sirakusa jatuh, tiada yang lebih menyedihkan bagi Marcellus selain rasa
kehilangan Archimedes, yang tengah sibuk di ruang studinya tatkala kota itu
ditaklukkan, sendirian, berusaha mencari pembuktian beberapa dalil Geometri
yang telah ia susun, dan begitu sibuknya Archimedes sehingga tidak melihat
apa-apa dan tidak mendengar apa-apa di luar ruangan, tidak menyadari bahwa
pasukan-pasukan musuh sedang meremukkan kota. Ia tidak tahu bahwa kota telah berada di
bawah kekuasaan baru. Dia bertanya-tanya mengapa datang seorang prajurit yang
memintanya menghadap Marcellus. Bukannya segera menghadap Marcellus, karena
ketidak tahuannya, Archimedes menyuruh prajurit itu menunggu sampai ia selesai
melakukan percobaan dan menarik kesimpulan serta memperagakan hasilnya:
mendengar jawaban itu, sang prajurid naik darah, menghunus pedang, dan membunuh
Archimedes.
Inilah
sepenggal esai, Plutarch (50 S.M. – 120 M), yang dapat menggambarkan perselisihan
jalan antara pendidikan kita dengan kebutuhan bangsa dan masyarakat kita akan
pendidikan antikorupsi. Walaupun sangat disadari bahwa persimpangan tersebut
tidaklah terlalu jauh dan dapat diharapkan menemukan tidik temu antara
keduanya.
Kompas,
Kamis 10 Maret 2011, dalam hal terjadinya pembusukan Korupsi yang berakibat
pada Kemiskinan, yang dibutuhkan adalah sistem pendidikan yang mendoronggerakan moral untuk restorasi cara berpikir
dan bertindak serta bertarung keras untuk merawat Indonsia demi bonum commune.
Kasus
korupsi yang telah lama menjerat negeri ini dan telah bermetamorfose menjadi
jejaring korupsi, yang saling mengkait satu dengan yang lain dan membutuhkan
waktu, tenaga untuk mengurainya terlebih menyelesaikannya, disampingpraktek tansaksional yang telah menjadikan
kehidupan bernegara dan kebersama kita terpuruk. Disisi lain kebijakan public
yang ada tidak menyetuh kehidupan warga, dan lebih bersifat procedural,
menjadikan warga harus berjuang sendiri-sendiri untuk mempertahankan
kehidupannya. Kesehatan, pendidikan, tingginya harga pangan, transportasi
termasuk sarana jalan, sempitnya lapangan kerja yang tidak sebanding
denganpertambahan jumlah penduduk
produktif yang membutuhkan adalah pelbagai permasalahan yang terjadi dan lebih
berimbas pada masyarakat menengah ke bawah. Belum lagi kondisi tersebut
diperparah dengan menipisnya kesadaran atas rasa bineka tunggal ika yang
menjadi pererat dan pemersatu kehidupan bernegara dan kehidupan bersama sebagai
masyarakat yang majemuk.
Kembali
pada pemikiran bahwa sistem pendidikan yang merestorasi cara berpikir anak
didik merupakan gerakan moral yang mendesak dilakukan untuk mewujudkan
kehidupan yang lebih baik dimasa depan. Pendidikan anti korupsi yang perlu
dikenalkan pada anak didik sejak usia dini melalui penanaman nilai-nilai
kejujuran, kerja keras, kebersamaan, pluralism, open societyserta nilai-nilai lain yang mampu mendorong
terbentuknya karakter yang diharapkan mampu berpikir dan bertindak dengan gigih
guna mewujudkan kualitas hidup bersama yang menjujung tinggi martabat
kehidupan.
Bila
dibandingkan dengan ribut-ributmendorong terciptanya sekolah bertaraf internasional dengan penggunaan
bahasa Inggris sebagai bahasa pengantarnya, bukankah lebih mendesak bila
menjawab kebutuhan anak akan pendidikan melalui penyatuan nilai budaya lokal
dengan nilai-nilai yang diakui oleh masyarakatinternasional melalui materi pelajaran yang diajarkan tanpa menisbikan
salah satunya. Glokalisasi yang merupakan pertalian antara global-lokal (global-local nexus) yang biasa
ditengarai pada bidang perekonomian, menurut penulis juga sangat tepat
diterapkan dalam bidang pendidikan dewasa ini.
Tanpa
bermaksud menutup mata terhadap banyaknya upaya yang telah dilakukan dunia
pendidikan guna mendorong terwujudnya pendidikan anti korupsi ini, seperti
halnya dengan kegiatan “warung kejujuran” yang telah kita temui pada beberapa
sekolah baik yang bekerja sama dengan lembaga yang terkait (KPK) maupun yang
berdasarkan pada inisiatif sekolah itu sendiri. Atau kegiatan warung yang
dikelola siswa dengan supervisi dari pengajar, seperti yang penulis amati
dilakukan di SD Kristen I Salatiga, dan juga koperasi sekolah yang dikelola
siswa, merupakan laboratorium dimana siswa dapat mempraktekkan nilai-nilai
kejujuran, kerja keras dan nilai-nilai lainnya yang monopang pendidikan anti
korupsi. Disamping itu,pemberian
pemahaman tentang korupsi beserta implikasinya bagi kehidupan yang diikuti
dengan diskusi mendalam yang disesuaikan dengan tingkatan pemahaman dan
kemampuan anak didik untuk menyerap materi antikorupsi, perlu dilakuakn secara
simultan. Hasil pendidikan ini akan memperbaiki wajah kehidupan kita dimasa
depan dan sebenarnya itu tidak lama lagi.
Dengan
demikian melalui pendidikan dapat menjawab permasalahan besar bangsa ini
tentangkejujuran, kesederhanaan dan
kerja keras yang semua itu dapat menjawab masalah besar negeri ini yaitu
korupsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar