Bahasa Sanskerta secara genealogis termasuk dalam rumpun Bahasa Indo Eropa.
Rumpun Bahasa Indo Eropa terdiri atas cabang-cabang Bahasa Jerman,
Armenia,Baltik, Slavia, Roman, Keltik, Gaulis dan Indo Iranika.
Cabang keluarga Bahasa Indo Eropa di Asia yang terbesar adalah kelompok
Indo Iranika. Kelompok ini terdiri dari dua subkelompok yaitu Iranika
dan Indika ( Indo Arya ).
Subkelompok Bahasa Indo Arya dalam perkembangannya secra umum terbagi
mejadi tiga periode yaitu, periode kuna (Old Indo Aryan) sekitar + 1500
SM, periode pertengahan (Middle Indo Aryan) sekitar + 500 SM dan
terakhir adalah periode modern (Modern Indo Aryan) sekitar + 1000 M.
pembagian antar periode tersebut hanya berrsifat perkiraan, sebab
keberadaan antar periode pada kenyataannya saling tumpang tindih, bahkan
penggunaan bahasa dari periode yang lebih tua tetap dipakai pada
periode yang lebih muda.
Fase awal dari periode kuna (Old Indo Aryan) terwakili oleh bahasa yang
digunakan dalam teks Weda. Weda yang tertua adalah Rig Weda yang
merupakan kumpulan mantra-mantra religius. Teks ini diperkirakan berasal
dari milenium kedua sebelum masehi. Teks-teks Weda lainnya yang juga
berasal dari fase ini antara lain Sama Weda, Yajur Weda dan Atharwa
Weda. Tradisi Weda pada tahap selanjutnya menghasilkan karya sastra
berbentuk prosa seperti Brahmana dan Upanishad.
Bahasa yang dipakai di dalam teks-teks Weda merupakan bahasa kesastraan
yang dipakai oleh para pendeta. Bahasa ini dikenal sebagai vaidiki
bhasa. Selain itu di luar kesastraan Weda dikenal Laukiki bhasa yakni
bahasa yang dipakai rakyat kebanyakan. Bahasa masyarakat kebanyakan ini
kemudian diperbaiki dan ditata menurut aturan tata bahasa sehingga bebas
dari kata-kata keliru yang biasa muncul.
Sehingga juga disebuat sebagai samskerta yakni sesuatu yang sudah
diperbaiki atau dibersihkan. Penamaan dengan istilah bahasa Sanskerta
merupakan penamaan yang tidak didasarkan asal bangsa pemakainya atau
letak geografisnya.
Ahli tatabahasa yang terkenal dalam upaya pemurnian kembali bahasa
dengan aturan tata bahasa adalah Panini (+ 400 SM). Melalui karyanya
yang berjudul Astadhyayi, Bahasa Sanskerta menjadi dibakukan dan
berkembang sejalan dengan peraturan tatabahasa yang telah ia buat.
Dengan adanya aturan tatabahasa yang dibuat Panini tersebut, akibatnya
muncul istilah prakrita bahasa umum, sederhana”. Bahasa Prakrit
merupakan dialek umum yang berkembang secara alami. Karya Panini ini
selanjutnya disempunakan olek Katyayana (+ 300 SM) dan Patanjali (+ 200
SM).
Karya Panini ini dapat dianggap sebagai usaha yang menstabilkan
tatabahasa Sanskerta dari karya-karya ahli tatabahasa sebelumnya seperti
Yaska dalam Nirukta dari abad V SM. Panini dalam upaya standarisasi
Bahasa Sanskerta diyakini menggunakan lingua franca dari daerah barat
laut yang digunakan kaum agamawan dan kemudian dipakai pula dalam bahasa
pemerintahan. Bahasa Sanskerta mulai dipakai sebagai bahasa ketatetapan
resmi yakni pada masa dinasti Śaka dari daerah Ujjayinī ( 150 M ).
Pengaruh India diindikasikan mulai menyebar di kawasan Asia Tenggara
termasuk Indonesia antara abad II hingga III Masehi. Penyebaran ini
diperkirakan melalui perdagangan laut. Kurun waktu tersebut bersamaan
dengan dikenalnya teknologi transportasi laut, akibatnya pengaruh India
mulai menyebar di wilayah persinggahannya yang kemudian menjadi dasar
pokok dalam pendirian kerajaan-kerajaan di berbagai wilayah Asia
Tenggara. Pengaruh India yang berupa ajaran agama Hindu-Budha masuk ke
wilayah Indonesia bagian barat diperkirakan dibawa oleh guru-guru agama
atau penduduk asli yang kembali ke negeri aslanya setelah lama bermukim
di India. Para guru agama dan kaum terpelajar tersebut diperkirakan
sebagai orang-orang yang mengenalkan Bahasa Sanskerta ke dalam rumpun
Bahasa Austronesia yang termasuk di dalamnya Bahasa Jawa Kuna.
Rumpun Bahasa Austronesia yang juga disebut sebagai Melayu Polinesia
mencakup bahasa-bahasa di wilayah Indonesia, Melanesia dan Polinesia.
Penutur bahasa-bahasa Austronesia tersebar luas mulai dari sebelah barat
yaitu Pulau Madagaskar hingga ke sebelah timur yaitu Pulau Paskah,
serta di sebalah utara yaitu Pulau Formosa hingga ke selatan mencapai
New Zealand. Hanya terdapat dua perkecualian kecil yaitu orang asli di
Malaysia pedalaman yang menuturkan bahasa-bahasa rumpun Austroasia dan
beberapa suku di Indonesia bagian timur yang menuturkan bahasa-bahasa
Papua.
Rumpun Bahasa Austronesia mencakup bahasa-bahasa yang masih digunakan
maupun bahasa yang telah punah. Bahasa-bahasa yang telah punah tersebut
biasanya meninggalkan bukti tertulis yang menunjukkan tingginya
peradaban di masanya. Bahasa-bahasa tersebut antara lain Bahasa Cham dan
Bahasa Jawa Kuna yang keduanya termasuk dalam subkelompok Bahasa Melayu
Polinesia Barat. Bahasa-bahasa yang digunakan pada kebudayaan kuna
tersebut, di dalam studi perkembangan bahasa hanya disebut sebagai old
language bukan sebagai bahasa awal ( proto language ).
Bahasa Jawa Kuna merupakan salah satu bentuk perkembangan dari Bahasa
Proto Malayo Javanic yang merupakan bahasa yang dipakai oleh masyarakat
bahasa di Jawa pada masanya. Keberadaan Bahasa Jawa Kuna, di kawasan
Pulau Jawa pada khususnya serta di kawasan Asia Tenggara pada umumnya,
pada abad VI Masehi keberadaannya pernah dideskripsikan oleh sumber Cina
yakni dengan penyebutan Kun Lun.
Istilah Kun Lun digunakan untuk menyebut bahasa yang dipakai penduduk di
daerah Sumatra, Jawa dan juga Campa. Hal ini dapat disebabkan karena
bahasa-bahasa di berbagai daerah tersebut terdengar sebagai bahasa yang
sama oleh para musafir Cina, selain itu bahasa-bahasa tersebut secara
linguistis memang serumpun yang di dalamnya banyak dijumpai
istilah-istilah dari Bahasa Sanskerta.
Berbeda dengan kemunculan dan perkembangan Bahasa Sanskerta yang dapat
ditelusuri kembali dari masa yang paling tua melalui teks-teks Weda,
Bahasa Jawa Kuna dalam kemunculannya dapat dikatakan muncul dengan
tiba-tiba yakni dari suatu masa tanpa tinggalan tertulis tiba-tiba
muncul tinggalan tertulis yang telah memiliki ciri-ciri perkembangan
lebih lanjut sebagai satu bahasa Nusantara. Hal ini dipahami bila hanya
didasarkan atas temuan prasasti berbahasa Jawa Kuna yang paling tua
yaitu, Prasasti Sukabumi (804 M). Meskipun demikian, tidak berarti di
Pulau Jawa sebelum tahun tersebut belum terdapat budaya tulis, tetapi
tahun tersebut hanya merupakan titik awal ditemukannya prasasti
berbahasa Jawa Kuna.
Pada masa yang lebih tua dari angka tahun Prasasti Sukabumi di Pulau
Jawa sebenarnya telah terdapat tinggalan tertulis tetapi menggunakan
Bahasa Sanskerta (kurun waktu 732 M hingga 792 M) dan Bahasa Melayu Kuna
(792 M). Dari prasasti-prasasti tersebut menunjukkan bahwa di Pulau
Jawa pada kurun waktu abad XIII hingga IX Masehi, terdapat tiga bahasa
yang hidup dan dikenal oleh masyarakat. Bahasa Jawa Kuna untuk pertama
kali ditemukan dalam prasasti berangka tahun 804 M, hal ini tentu tidak
dapat dipungkiri bahwa sebelumnya pasti terdapat budaya tulis yang
menggunakan Bahasa Jawa Kuna dengan media yang tidak awet seperti kulit
kayu, kulit binatang atau pada daun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar