Sabtu, 10 Maret 2012

Perlunya Citra Baru Tentang Hukum

Alasan merubah citra (imej)
Bertolak dari pandangan bahwa hukum harus merupakan sesuatu yang dapat difikirkan serta definisi hukum yang mengandung unsur penerapan sanksi.
Jika setiap tertib diciptakan oleh negara adalah hukum, sekalipun tidak diterima oleh rakyat, maka hanya akan dijamin keefektifannya jika diterapkan paksaan,maka hukum akan merupakan laknat.
Hukum lebih identik dengan jaksa, polisi, hakim, penjara yang tidak lepas dari pengajaran hukum yang menyamakan hukum dengan kekuasan publik. Juga karena realitas politik yang suka menggunakan kekerasan terhadap oposisi.
Jika paksaan sebagai sesuatu yang dipentingkan maka penggunaan kekerasan pada batas yang maksimal.

Sifat hukum yang fasilitatif.
Terdapat ruang dalam kehidupan negara yang lebih mencerminkan upaya pelayanan dari pada represi/penindakan.
Hukum terdiri dari berbagai kemudahan dan pemberian kekuasaan kepada individu dan bukan merupakan perintah atau larangan.
Hukum yang fasilitatif akan memperluas kebebasan orang mencapai maksudnya dan menyesuaikan kepentingan2nya secara sukarela.
The best legal system would be one in which there is a maximum voluntary compliance and a minimum of compulsion. The threat compulsion rather than the actual use of compulsion.


Mengapa menggunakan hukum yang fasilitatif
Orang mentaati hukum seeringkali bukan karena takut tetapi karena kepentingannya sendiri. Mendahulukan kewajiban dalam masyarakat yang sehat, didorong oleh keinginannya menjadi anggota masyarakat yang terhormat. Demikianj juga yang terjadi pada masyarakat primitif. (Bronislaw Malinowski.).
Ubi societas, ibi ius. Hukum hendaknya melayani masyarakat.
Pandangan ini tidak mengurangi pentingnya sanksi hukum.
The primary guaranty is seen in the acceptance of the law by the people, coupled with a sense of inner obligation to obey it, because it is in everybody’s interest to do so.
Sistem hukum yang terlalu membebadi rakyat tidak akan mendapat simpati rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar